Isi Perjanjian Sungkiq Suku Mandar

Isi Perjanjian Sungkiq Suku Mandar

Perjanjian Sungkiq atau Pura Loa di Sungkiq terjadi pada abad XVIII masehi dengan agenda utama yaitu penyelesaian masalah Paliliq Massedang yang wilayahnya terbagi antara Pitu Ulunna Salu dan Pitu Baqbana Binanga sebagaimana kesepakatan yang diambil pada Perjanjian Lakahang.


Ternyata, kesepakatan yang membagi wilayah Paliliq Massedang dengan tiga perempat bergabung ke wilayah persekutuan Pitu Ulunna salu dan seperempat ke wilayah persekutuan Pitu Baqbana Binanga pada Perjanjian Lakahang tersebut telah menimbulkan masalah, baik antara Pitu Ulunna Salu dengan Pitu Baqbana Binanga maupun dalam wilayah Paliliq Massedang sendiri.


Untuk meredam komplik yang terjadi, maka disepakati diadakan pertemuan di Sungkiq dan dalam pertemuan tersebut wilayah Paliliq Massedang kembali disatukan dan diberi kekuasaan atau hak penuh untuk menentukan pilihan mau bergabung kemana. Paliliq Massedang ternyata memilih bergabung ke Pitu Ulunna Salu. Dalam perjanjian inilah muncul istilah ; Pitu Ulunna Salu Kakaruanna Tiparittiqna Uhai Pitu Baqbana Binanga.


Jadi secara administrasi, kesepakatan yang diambil pada Perjanjian Sungkiq yaitu bergabungnya Paliliq Massedang ke wilayah Pitu Ulunna Salu tidak merubah nama Pitu (tujuh) Ulunna Salu menjadi Arua (delapan) Ulunna Salu tapi Paliliq Massedang bergelar Kakaruanna Tiparitiqna Uhai di wilayah persekutuan Pitu Ulunna Salu (PUS).


Sejak dari kesepakatan yang diambil dalam Perjanjian Sungkiq tersebut, wilayah Mandar pada umumnya dikenal dengan istilah ; Pitu Ulunna Salu Kakaruanna Tiparittiqna Uhai Pitu Baqbana Binanga.


Perjanjian Sungkiq


Secara lengkap, Perjanjian Sungkiq dijelaskan sebagai berikut :


Pura Loa di Sungkiq

Paliliq Massedang menjari Kakaruanna Tiparittiqna Uhai di Pitu Ulunna Salu, menjarimi Pitu Ulunna Salu Kakaruanna Tiparittiqna Uhai, Pitu Baqbana Binanga.

Padza maq-ammong tambaqbar allewuang di Lakahang, tettopa pura loa di Malunda. Metettes dipamulanna, matettes laeng dua pai dimundinna.

Sisolong siponayoi, silua siammeq tassi kira-kira, sirrondong bocoq mammesa paqdisang, sipalete diapiangang tassi palete diakkadzakeang, Pitu Ulunna Salu Kakaruanna Tiparittiqna Uhai, Pitu Baqbana Binanga.


Terjemahan :

Daerah Paliliq Massedang (Lembang Mapi-Tuqbi/pen) jadi tetesan air kedelapan di Pitu Ulunna Salu (menjadi satu bagian yang sejajar/pen) hingga menjadi Pitu Ulunna Salu, Kakaruanna Tiparittiqna Uhai, Pitu Baqbana Binanga.

Masing-masing pihak menggenggam erat isi perjanjian Lakahang, begitu juga isi Perjanjian Malunda dengan keteguhan hati yang kuat dari semula dan lebih kuat lagi dikemudian hari.

Selalu kunjung mengunjungi, bergaul akrab tanpa saling iri, sekelambu dan sebantal, saling membawa pada kebaikan tidak saling membawa pada keburukan, antara Pitu Ulunna Salu, Kakaruanna Tiparittiqna Uhai dan Pitu Baqbana Binanga.


 ****


Daftar Kepustakaan



Abdul Muttalib ; Kamus Bahasa Mandar – Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud RI, Jakarta 1977.


Ibrahim, MS ; Himpunan Catatan Sejarah Pitu Ulunna Salu – Hasil Seminar Sejarah Mandar X, Tinambung Polmas 1977.


H. Saharuddin ; Mengenal Pitu Baqbana Binanga Mandar Dalam Lintas Sejarah Pemerintahan Daerah di Sulawesi Selatan – CV Mallomo Karya Ujung Pandang 1985.


Ahmad Sahur ; Nilai-Nilai Budaya dalam Sastra Mandar – Fakultas Sastra Unhas Ujung Pandang 1975.


Drs. Suradi Yasil dkk ; Kalindaqdaq dan Beberapa temanya – Balai Penelitian Bahasa, Ujung Pandang 1982


Drs. Suradi Yasil dkk ; Inventarisasi Transliterasi Penerjemahan Lontar Mandar – Proyek IDKD Sulsel 1985.


A.M.Mandra ; Caeyana Mandar – Yayasan Saq-Adawang Sendana 1987


A.M.Mandra ; Buraq Sendana (kumpulan Puisi Mandar) – Yayasan Saq-Adawang Sendana 1985.


A.M.Mandra ; Beberapa Kajian Tentang Budaya Mandar Plus jilid I,II dan III – Yayasan Saq-Adawang, 2000.


Abd.Razak, DP ; Sejarah Bone – Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan, Ujung Pandang 1989.


Sumber Data

Sumber tertulis ;

Lontar Balanipa Mandar

Lontar Sendana Mandar

Lontar Pattappingang Mandar

Lembar Perjanjian kuno

Naskah-naskah Seminar Budaya Mandar


Sumber Wawancara

H. Abdul Malik Pattana Iyendeng – Sesepuh, Sejarawan dan Budayawan Mandar

Abd. Azis Puaqna Itima – Sejarawan, Budayawan Mandar

Puaq Tanniagi – Sejarawan Budayawan Mandar

Paloloang Puanna Isinung – Budayawan Mandar

Puaq Rama Kanne Cabang – Budayawan Mandar

Daeng Matona – Hadat Pamoseang

Jabirung – Soqbeqna Indona Ralleanaq


Editor

Adi Ahsan, S.S.M.Si.

Opy. MR.


Isi Perjanjian Lakahang Suku Mandar

Isi Perjanjian Lakahang Suku Mandar

Perjanjian Lakahang atau Passullurang Bassi di Lakahang terjadi pada sekitar abad XVII masehi sesudah terjadinya penumpasan kerajaan Pasokkorang dan diadakannya Perjanjian Malundaq atau Pura Loa di Malundaq. Perjanjian ini dilaksanakan dengan tujuan utamanya menyelesaikan kesalah pahaman yang terjadi antara Aralla dan Balanipa.


Pemicu terjadinya kesalah pahaman antara dua kerajaan yang berbeda wilayah persekutuan tersebut (Aralle di Pitu Ulunna salu, Balanipa di Pitu babana Binanga) adalah tindakan Aralle yang menampung orang-orang Passokkorang yang melarikan diri karena kalah perang. Sikap Aralle ini diangap oleh pihak Balanipa sebagai tindakan yang melanggar kesepakatan dalam perjanjian Malundaq dan perjanjian lainnya.


Sementara dari pihak Aralle mengambil tindakan tersebut hanyalah sebagai satu taktik dengan pertimbangan ; Dari pada pelarian perang dari kerajaan Passokkorang tersebut dibiarkan melarikan diri ke hutan-hutan dan suatu waktu bisa menyusun kekuatan lagi, lebih baik ditampung dengan segala persyaratan yang membatasi ruang gerak mereka.


Dalam upaya memperbaiki kesalah pahaman tersebut, semua kerajaan di wilayah persekutuan Pitu Baqbana Binanga dan Pitulunna salu sepakat mengadakan satu pertemuan di Lakahang. Pertemuan ini merupakan pertemuan atau perjanjian resmi kedua antara Pitu Ulunna Salu dengan Pitu baqbana Binanga.


Perjanjian Lakahang


Secara lengkap, kesepakatan yang dihasilkan dalam Perjanjian Lakahang atau Passullurang bassi di Lakahang adalah sebagai berikut :


Moaq mettamai jangang-jangang merriqbaqna litaq di Balanipa di Pitu Ulunna salu, anunna tomo tia. Iya kia napessangngi litaq di Balanipa. Malai napepembaliq, eloq dialawenapa Pitu ulunna Salu, tannisio tanniperau.


Terjemahan :


Bila merpati lepasnya Balanipa Balanipa masuk di wilayah Pitu Ulunna salu, maka sudah jadi miliknya tetapi harus diberitahukan pada Balanipa. Boleh dikembalikan dengan kemauan sendiri, tanpa disuruh tanpa diminta.


Merpati lepas yang dimaksud adalah orang-orang Passokkorang yang menjadi tawanan atau pelarian perang.


Tallung parapaqna Paliliq Massedang marannu di Pitu Ulunna Salu, separapaqna marannu di Pitu Baqbana Binanga.


Terjemahan :


Tiga perempat wilayah Paliliq Massedang (lembang Mapi) ingin bergabung di Pitu Ulunna salu dan seperempatnya ingin bergabung ke Pitu Baqbana Binanga.


Moaq diang tosisala bikkung sisala batta uwase tassi tundang matadzang tassi royong masandeq. Sipatuppu diadazaq sipalete dirapang, odzi adzaq adzibiasa di Pitu Ulunna di Pitu Baqbana Binanga.


Terjemahan :


Bila ada perbedaan pendapat tentang pengelolaan perkebunan atau pertanian, tidak akan diselesaikan dengan kekerasan, tapi secara hukum dan peraturan yang ada sesuai adat kebiasaan di Pitu Ulunna Salu di Pitu baqbana Binanga.


Sisaraqpai mata malotong annaq mata mapute annaq mala sisaraq Pitu Ulunna Salu Pitu Baqbana Binanga.


Terjemahan :


Nanti terpisah antara mata hitam dan mata putih baru bisa terpisah antara Pitu Ulunna Salu dan Pitu Baqbana Binanga.


 ****


Daftar Kepustakaan


Abdul Muttalib ; Kamus Bahasa Mandar – Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud RI, Jakarta 1977.


Ibrahim, MS ; Himpunan Catatan Sejarah Pitu Ulunna Salu – Hasil Seminar Sejarah Mandar X, Tinambung Polmas 1977.


H. Saharuddin ; Mengenal Pitu Baqbana Binanga Mandar Dalam Lintas Sejarah Pemerintahan Daerah di Sulawesi Selatan – CV Mallomo Karya Ujung Pandang 1985.


Ahmad Sahur ; Nilai-Nilai Budaya dalam Sastra Mandar – Fakultas Sastra Unhas Ujung Pandang 1975.


Drs. Suradi Yasil dkk ; Kalindaqdaq dan Beberapa temanya – Balai Penelitian Bahasa, Ujung Pandang 1982


Drs. Suradi Yasil dkk ; Inventarisasi Transliterasi Penerjemahan Lontar Mandar – Proyek IDKD Sulsel 1985.


A.M.Mandra ; Caeyana Mandar – Yayasan Saq-Adawang Sendana 1987


A.M.Mandra ; Buraq Sendana (kumpulan Puisi Mandar) – Yayasan Saq-Adawang Sendana 1985.


A.M.Mandra ; Beberapa Kajian Tentang Budaya Mandar Plus jilid I,II dan III – Yayasan Saq-Adawang, 2000.


Abd.Razak, DP ; Sejarah Bone – Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan, Ujung Pandang 1989.


Sumber Data

Sumber tertulis ;

Lontar Balanipa Mandar

Lontar Sendana Mandar

Lontar Pattappingang Mandar

Lembar Perjanjian kuno

Naskah-naskah Seminar Budaya Mandar


Sumber Wawancara

H. Abdul Malik Pattana Iyendeng – Sesepuh, Sejarawan dan Budayawan Mandar

Abd. Azis Puaqna Itima – Sejarawan, Budayawan Mandar

Puaq Tanniagi – Sejarawan Budayawan Mandar

Paloloang Puanna Isinung – Budayawan Mandar

Puaq Rama Kanne Cabang – Budayawan Mandar

Daeng Matona – Hadat Pamoseang

Jabirung – Soqbeqna Indona Ralleanaq


Editor

Adi Ahsan, S.S.M.Si.

Opy. MR.

Isi Perjanjian Salemo Suku Mandar

Isi Perjanjian Salemo Suku Mandar

 Perjanjian ini terjadi pada sekitar abad XVIII masehi di Salemo (sekarang daerah Segeri kabupaten Pangkep) anatara raja Bone yaitu Tomalempeq-e Gemmeqna dengan Tomatindo Dilangganna raja Balanipa.


Latar belakang diadakannya perjanjian berawal dari larinya Addatuang Pulingka yang dikejar oleh Bone sebagai seorang buronan. Addatuang Pulingka lari ke Mandar (Balanipa) dan berhasil diamankan oleh Tomatindo Dilangganna raja Balanipa.


Untuk penyerahan Addatuang Pulingka inilah, Mandar (Balanipa) dalam hal ini Tomatindo Dilangganna sepakat mengadakan pertemuan dengan pihak Bone dalam hal ini Tomalampeq-e Rigemmeqna yang diadakan di Salemo.


Selain penyerahan buronan tersebut, isi perjanjian lebih banyak pada hubungan kerjasama antar kedua kerajaan serta ikrar persaudaraan sehidup semati tanpa saling mencampuri urusan pemerintahan dalam kerajaan masing-masing.


Sejak dari perjanjian ini juga, Mandar yang tidak mau diganggu dan tidak mau berhubungan langsung dengan Belanda semakin mempercayakan Bone untuk menjadi penengah atau penghubung bila Belanda memerlukan Mandar seperti yang disepakati dalam perjanjian sebelumnya yaitu perjanjian lanrisang.


Itulah sebabnya, sejak dari abad XVII masehi sampai abad XX masehi, Mandar tidak diperintah langsung oleh Belanda tapi melalui perantaraan Bone dan tidak pernah mengadakan perjanjian dengan Belanda selain dengan kerajaan-kerajaan lain. Nanti pada abad XX masehi, barulah Belanda berhasil menginjakkan kaki di Mandar, tepatnya di Majene ibu kota afdeling Mandar, tepatnya tahun 1904 masehi.


Perjanjian Salemo


Dalam lontar Balanipa Mandar, prosesi Perjanjian salemo ditulis sebagai berikut.


Fashlun. Pannassaengngi ulu adae ri Salemo. Iya purana rilero Aqdatuangnge Ripulingka nalari ri Menreq naritiwiq ri Salemo. Nakko maniro ri Salemo riuno.


Nasitudangenna to Bone Menreq-e. Makkedani Arung Pone Malampeq-e Gemmeqna ;Tennamenengnge kuakku ri Jawa, nangka tau pappadamaq manuq-manuqnapatangka ri langiq-e, kuapaq ri tengngana Bone kumapateppaq-iaq nau pappadangngi pappadecemmu Maraqdia. Makkada tompi Arung Pone ; Tenna menengngi kuakku ri Jawa nangka nangka tau pesellukkaq ripere tiwiq-e, kua-kuapaq ritengngana Bone kunappa ompoq, iya kupappadangngi pappedecenna maraqdia. Iya nangka adae ; Bone uraiq, Menreq alauq. Menreq uraiq, Bone alauq. Iyana nakkeda Arung Pone ; Nigi-nigi makkeda sisalai Bone Menreq, tassappaq-i taunoi, mauni nannippi mua namau toni rilaleng pettang, makkeda sisalai Bone Menreq sesseq-i tauanoq-i. Makkeda Arung Pone ; Dekko kuaq ri Bone, ri Cendana areqga, napoleio uqdani ri Bonemu, kego-kego monro muqdani, kuago ri Jumpandang, kuago ri Pare-pare, kuago ri Menreq muassuro, kulao sitakko. Makkeda toi Arung Pone ; Rekko rukka riwanuakku mua, tenna leleio billaq-billaq, passangadinna eloq rialemu, tekku angkaq-o sia.


Kuaniro assi turusenna Arung Pone Malampeq-e Gemmeqna, maraqdia ri Balanipa Matinroe Ri Langganna, iyamuto riaseng Toummondong, kua ri Salemo. Aga dekko to Bone nalao ri Menreqni. Menreq-e nakko ri Bone, to Boneni. Apaq masseajing serrajai Bone tanae ri Menreq. Kuaniro ada-adanna ulu adae ri Salemo. Tammat.


Terjemahan :


Fasal. Yang menjelaskan kepala kata (perjanjian/pen) di Salemo. Tatkala Aqdatuang di Pulingka melarikan diri dan di buru ke Mandar, dibawalah dia ke Salemo, disanalah dia dibunuh.


Duduk bersamalah Bone dengan mandar. Maka berkata raja Bone, Malampeq-e Gemmeqna ; Andai kata saya di Jawa, kemudian ada orang menjadikan saya burung kemudian saya diterbangkan ke langit, nanti saya di Bone baru saya diturunkan, saya samakan kebaikanmu padaku maraqdia. Berkata lagi Arng pone ; Andaikata saya di Jawa kemudian ada orang yang bisa memasukkan saya ke dalam bumi, nanti saya persis di tengahnya Bone baru saya muncul ke atas, demikian itulah tamsil kebaikanmu padaku maraqdia. Itulah sehingga kukatakan ; Bone di bawah Mandar di atas, Mandar di bawah Bone di atas. Itulah sehingga Arung Pone berkata ; Barangsiapa berkata Bone berselisih (bertikai) dengan Mandar, carilah orang itu kemudian bunuhlah, walau hanya dia mimpi serta walau orang itu masih dalam kandungan, belahlah perutnya lalu buang jabang bayi itu. Berkata Arung Pone ; Kalau saya di Bone, apakah di Cenrana, kemudian engkau rindu ke ke Bonemu, dimana saja engkau rindu, apakah engkau di Ujung Pandang, atau di Parepare, atau engkau berada di mandar, lalu engkau menyurat jemput, saya akan datang menemuimu. Berkata juga Arung Pone ; Kalau hanya keributan dalam daerahku saja, engkau tidak akan kebagian keributan itu, kecuali engkau sendiri yang mau datang menjengukku, saya tidak keberatan.


Begitulah kesepakatan Arung Pone Malampeq-e Gemmeqna, dengan Maraqdia balanipa Tomatindo Dilangganna, itu juga yang digelar Toummondong di Salemo. Kalau Bone ke Mandar, berarti dia adalah mandar. Kalau orang Mandar ke Bone berarti dia adalah orang Bone. Karena antara Bone dengan Mandar, bersaudara sederajat, sama besar Bone dengan tanah mandar. Begitulah kata-katanya kepala kata di Salemo. Tamat.


****


Daftar Kepustakaan


Abdul Muttalib ; Kamus Bahasa Mandar – Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud RI, Jakarta 1977.


Ibrahim, MS ; Himpunan Catatan Sejarah Pitu Ulunna Salu – Hasil Seminar Sejarah Mandar X, Tinambung Polmas 1977.


H. Saharuddin ; Mengenal Pitu Baqbana Binanga Mandar Dalam Lintas Sejarah Pemerintahan Daerah di Sulawesi Selatan – CV Mallomo Karya Ujung Pandang 1985.


Ahmad Sahur ; Nilai-Nilai Budaya dalam Sastra Mandar – Fakultas Sastra Unhas Ujung Pandang 1975.


Drs. Suradi Yasil dkk ; Kalindaqdaq dan Beberapa temanya – Balai Penelitian Bahasa, Ujung Pandang 1982


Drs. Suradi Yasil dkk ; Inventarisasi Transliterasi Penerjemahan Lontar Mandar – Proyek IDKD Sulsel 1985.


A.M.Mandra ; Caeyana Mandar – Yayasan Saq-Adawang Sendana 1987


A.M.Mandra ; Buraq Sendana (kumpulan Puisi Mandar) – Yayasan Saq-Adawang Sendana 1985.


A.M.Mandra ; Beberapa Kajian Tentang Budaya Mandar Plus jilid I,II dan III – Yayasan Saq-Adawang, 2000.


Abd.Razak, DP ; Sejarah Bone – Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan, Ujung Pandang 1989.


Sumber Data

Sumber tertulis ;

Lontar Balanipa Mandar

Lontar Sendana Mandar

Lontar Pattappingang Mandar

Lembar Perjanjian kuno

Naskah-naskah Seminar Budaya Mandar


Sumber Wawancara

H. Abdul Malik Pattana Iyendeng – Sesepuh, Sejarawan dan Budayawan Mandar

Abd. Azis Puaqna Itima – Sejarawan, Budayawan Mandar

Puaq Tanniagi – Sejarawan Budayawan Mandar

Paloloang Puanna Isinung – Budayawan Mandar

Puaq Rama Kanne Cabang – Budayawan Mandar

Daeng Matona – Hadat Pamoseang

Jabirung – Soqbeqna Indona Ralleanaq


Editor

Adi Ahsan, S.S.M.Si.

Opy. MR.

Isi Perjanjian Ujung Pandang Suku Mandar

Isi Perjanjian Ujung Pandang Suku Mandar

Perjanjian Ujung Pandang adalah perjanjian ketiga antara kerajaan Bone dengan kerajaan-kerajaan di Mandar. Dalam perjanjian ini, secara khusus diikuti oleh kerajaan-kerajaan di Pitu Baqbana Binanga dengan agenda yang dibuat oleh kerajaan Bone yaitu ; Membujuk kerajaan-kerajaan di Pitu baqbana Binanga untuk tunduk dan mau bekerjasama dengan kompeni Belanda. 


Belanda mendekati Pitu baqbana Binanga melalui perantaraan Bone dengan harapan Mandar (Pitu baqbana Binanga) akan mematuhi perkataan Bone berdasarkan kesepakatan yang diambil pada perjanjian Salemo dan perjanjian Lanrisang.


Pada dasarnya, perjanjian ini dicetuskan dan dilaksanakan oleh Belanda hingga pelaksanaannya dilakukan di Ujung Pandang dengan tujuan utama menaklukkan wilayah Mandar. Namun rencana tersebut tidak berhasil karena dalam pertemuan tersebut, tujuh kerajaan di Pitu baqbana Binanga dengan juru bicaranya Maraqdia (raja) Sendana menolak secara tegas bujukan raja Bone untuk tunduk pada pemerintahan Belanda.


Perjanjian Ujung Pandang berlangsung pada abad XVIII masehi di Ujung Pandang dengan pihak yang terlibat adalah kerajaan Bone dan tujuh kerajaan di Mandar yang tergabung dalam wilayah persekutuan Pitu Baqbana Binanga.


Kesepakatan yang dihasilkan dalam perjanjian ini sangat jauh dari keinginan Belanda karena Pitu Baqbana Binanga menolak mentah-mentah permintaan kerajaan dan bahkan sebaliknya, pihak Pitu Baqbana Binanga menegaskan prinsip yang tak mau tunduk atau bekerjasama dengan Belanda. Keutusan inipun akhirnya dimaklumi dan diterima oleh pihak kerajaan Bone dengan disaksikan oleh pihak Belanda lalu diatuangkan sebagai isi kesepakatan dalam perjanjian ini.


Secara umum, penegasan dan pernyataan sikap Pitu Baqbana Binanga (Mandara) dalam Perjanjian Ujung Pandang adalah sebagai berikut ;

Belanda tidak boleh datang ke Mandar untuk membangun loji di baurung, Rangas dan mampie ataupun dengan maksud-maksud yang lain.

Mandar tidak mau berhubungan dengan Belanda, kecuali dengan Bone sesuai isi perjanjian Lanrisang dan perjanjian Salemo.

Adat istiadat Mandar tidak boleh diintervensi oleh Belanda ataupun Bone.

Musuh Bone adalah juga musuh Mandar.

Mandar akan melawan jika Bone dan Belanda mengingkari kesepakatan.


Perjanjian Ujung Pandang 


Perjanjian Ujung Pandang lebih jauh dijelaskan dalam lontar Balanipa mandar sebagai berikut :


Terjemahan : (Bahasa yang dipakai dalam lontar adalah bahasa Bugis)


Fasal. Yang menjelaskan kitab yang membicarakan pada saat Mandar Pitu Baqbana Binanga ke Ujung pandang. Enam bulan kami di Ujung pandang di masukkan ke kota, adalah juga raja Bone bersama Kompeni.


Berkata Raja Bone ; Seluruh mandar sudah hadir ?


Berkata Mandar ; Kami seluruh Mandar hadir. (Pitu Baqbana Binanga)


Berkata raja Bone ; Bagaimana pertimbanganmu semua di Pitu baqbana Binanga, karena saya kehendaki kalian mandar, menghadap (takluk/pen) kepada kompeni.


Berkata Mandar ; Terserah pada Bone, asalkan menurut adat kami yang diberikan pada kami.


Berkata Arung Pone ; Saya ingin kalian Mandar takluk kepada kompeni.


Berkata Mandar Pitu Baqbana Binanga ; Hal yang tidak pernah jadi kebiasaan kami menyembah pada kompeni. Karena tidak demikian kata yang kita sepakati di Lanrisang. Kami takut pada belanda.


Berkata Arung Pone ; Jangan takut saudaraku pada Belanda. Nanti saya yang jadi jaminan pada Belanda.


Berkata Kompeni ; Ambilkan buku juru bahasa, yang ada memuat pesan-pesan leluhurnya raja Balanipa. Diambil buku itu oleh juru bahasa, kemudian dibacanya bersama bakkorok (aparat pemerintah Belanda/pen).


Berkata raja Sendana ; Itu adalah hal yang kami tidak biasakan juru bahasa Emi, Imbari, harus Bone yang suruh. Karena kami Pitu Baqbana Binanga, begitulah adat leluhur kami, bangsawan pendahulu kami. Jangan engkau dengar perkataan Belanda, kalau tidak dari Bone. Begitulah kesepakatan adat kita di Salemo, antara Bone dengan Mandar.


Bokkorok tidak mau membawa surat pada Bone, karena dicegah raja Sendana.Maka berkata juru bahasa Iempi, Imbari ; Mengapa raja Sendana melarang surat dibaca Arung Pone ? Raja Sendana ingin merobek surat itu ketika ia dengar dibacakan.


Dan jengkellah raja Bone kepada mandar dan berkata ; Mengapa engkau larang suratnya dibaca orang besar, Mandar ? Maukah engkau melawan Bone bersama Belanda Maraqdia ?


Berkata raja Balanipa ; Terserah pada kemauan Bone itulah yang kami turuti, asalkan sesuai dengan adat kami yang diberikan kepada kami. Kami tidak mau kalau kami disuruh takluk kepada Belanda, karena bertentangan dengan adat leluhur kami yang diamanahkan oleh bangsawan terdahulu kami.


Jengkellah raja Bone kepada raja Sendana. Berdirilah raja Bone dan berkata ; Jangan engkau besar bicara di depan orang besar Maraqdia. Mari kita keluar untuk bicara untuk bicara di luar, kalau engkau tidak mau patuhi perkataan Belanda.


Maka raja Sendana membenahi letak kerisnya disampingnya (diselipkan di pinggangnya) lalu keluar ke pekarangan rumah kompeni, maka duduk berhadapanlah raja Bone dengan mandar (raja Sendana) berunding. 


Berkatalah raja Bone ; Saya sangat suka perkataan engkau Maraqdia die pan kompeni, atas konsekuensimu pada adat leluhurmu, yang telah disepakati dengan Bone (Perjanjian Lanrisang dan Salemo/pen). Biar engkau diputar balik oleh Belanda, tapi pendirianmu tetap tidak goyah.


Belum selesai pembicaraan raja Bone, datanglah juru bahasa Empi, atas perintah tuan besar. Kata Empi ; Engkau tentu bersekongkol saudaramu, raja Bone. Maka jawab raja Bone ; Saya tidak bersekongkol dengan saudaraku, hanya karena adanya kehendak kompeni, tapi raja Sendana menganggap bertentangan dengan adat kebiasaannya, karena dia tidak biasa berurusan dengan Belanda.


Berkata juga juru bahasa ; Mandar dikehendaki supaya ambil cap, kalau ia ke Jakarta, tapi Mandar tidak mau. Biar hanya kelapanya saja yang diambilkan cap ke Jakarta. Dikehendaki juga kompeni, supaya Mandar mengambil surat masuk di Maros, di Segeri para pedagangnya, tapi raja Sendana menolak, karena hal itu tidak dibiasakan oleh para pedagangnya. Dan dikehendaki juga tuan besar supaya Belanda ke Mandar untuk menempatkan loji di Baurung, Rangas, Mampie, tapi raja Balanipa beserta semua raja lainnya dari Pitu Baqbana Binanga menolaknya.


Dalam hal itu, raja Sendana berkata ; Kalau engkau sudah pergi ke Mandar menempatkan loji, berarti batallah Perjanjian Lanrisang.


Seusai Mandar berkata demikian, kembalilah juru bahasa kepada kompeni menyampaikan segala protes/penolakan orang Mandar Pitu Baqbana Binanga. Maka Belanda menyuruh juru bahasa kembali ke raja Bone, lalu kata juru bahasa kepada raja Bone ; Oh, Maraqdia, engkau telah pada kebaikan, terhindar dari keburukan, wahai raja Sendana atas sikapmu ke Bone. Sehabis itu, berkata lagi raja Bone ; Wahai Maraqdia, panggillah seluruh raja dari Pitu baqbana Binanga.


Duduk semua lagi kembali raja-raja dari Pitu Baqbana Binanga (Mandar) berhadapan lagi raja Bone dengan Mandar. Berkata raja Bone ; Saya berbeda pendapat dengan raja Sendana, raja Balanipa. Bagaimana juga pendapatmu, karena raja Sendana tidak mau mematuhi keinginan Belanda. Apakah penolakan raja Sendana pada kehendak Belanda itu kalian setujui di Pitu baqbana Binanga, atau tidak disepakati ? Karena Bone tidak mungkin berpisah dengan Belanda.


Maka berkata raja Balanipa ; Apa yang dikatakan oleh yang kakak, raja Sendana, itulah yang saya setujui.


Berkata juga raja Majene (Banggae/pen) ; Itu sudah kata yang kami sepakati, yang diucapkan oleh raja Sendana, karena dialah orang tua kami.


Berkata juga raja Mamuju ; Barangsiapa yang tidak membenarkan apa yang dikatakan ibuku (Sendana/pen), walaupun sesamaku Mandar, itulah musuhku.


Berkata raja Pamboang, raja Tapalang, raja Benuang ; Apa-apa yang diputuskan oleh ibu bapak kami (Sendana – Balanipa/pen), itu pulalah keputusan kami.


Berkata raja Bone ; Tak usah perkataan raja Sendana yang kalian turuti, karena itu (raja Sendana) mau menanggung resiko/akibatnya baik dari Bone maupun dari kompeni, jika bukan berdasarkan kebiasaan antara Mandar dengan Bone, ia tidak mau ikuti.


Maka kata semua raja Mandar ; Apakah akan berakibat buruk atau berakibat baik ketegasan raja Sendana itu, kami setujui dan itu jugalah pendirian kami, karena dialah orang tua kami.


Itulah yang saya saksikan dari kalian, dimana menganggap orang tua, apa yang jadi perbuatannya itu jugalah yang jadi perbuatanmu. Apa yang dia ucapkan, itu jugalah yang jadi ucapan kalian. Malah saya berkata kalian lebih maju hari ini dari pada bangsawan kalian terdahulu. Selanjutnya raja Bone berkata kepada Tomarilaleng ; Saksikanlah itu, Tomarilaleng Malolo, diketahui Bone, Kompeni, raja balanipa.


Setelah itu, berkata lagi raja Bone kepada Mandar ; Hai semua raja di Pitu baqbana Binanga, jangan kalian berbeda pendapat bersaudara di Pitu Baqbana Binanga. Berkata lagi raja Bone ; Yang saya anggap baik Maraqdia, supaya kita perbaharui pembicaraan adat bangsawan leluhur terdahulu kita, antara Mandar dengan Bone, disaksikan kompeni.


Berkata raja Sendan ; Apa yang dimaksud membaharui pembicaraan/adat leluhur terdahulu kita ?


Berkata raja Bone ; Cabutlah keris, kemudian berjanji dengan Bone dan Kompeni.


Berkata raja Bone ; Hai Maraqdia, engkau pada kebaikan tidak pada keburukan, kalau engkau mau cabut keris dan berjanji dengan kompeni.


Maka berkata raja Balanipa ; Kami tidak mau berjanji dengan Belanda, karena tidak dibiasakan oleh nenek moyang kami di Mandar, mencabut keris dan berjanji, kalau bukan kehendaknya dengan Bone.


Berkata raja Bone ; Saya kehendaki padamu untuk mencabut keris, adatmu yang diberikan kesana (Mandar). Kompeni tidak akan merusak/merubah adatmu diatas saksi bumi dan langit.


Maka berkatalah Mandar Pitu baqbana Binanga ; Kegembiraan dan kelegahanlah yang kami rasakan, asalkan adat kami tidak dirusak dan segalanya tidak bertentangan dengan adat kebiasaan kami. 


Selanjutnya Pitu Baqbana Binanga berkata ; Kami ikut pada kemauan Bone, sepanjang adat kami yang jadi aturan.


Maka berdirilah raja Bone menuju ke depan kompeni, ketika selesai mencapai kesepakatan dengan Mandar, sesuai kesepakatan Bone Mandar (perjanjian Lanrisang dan Salemo).


Berkata raja Bone ; Datanglah kemari Maraqdia. Kemudian cabutlah keris, kita berjanji disaksikan kompeni, musuhnya Bone musuhnya juga orang mandar Pitu Baqbana Binanga.


Berkata Mandar ; asal berdasarkan adat kami, betullah itu.


Sehabis itu, berdirilah raja Balanipa mencabut kerisnya, kemudian digarukkan pada air, lalu katanya ;Ini kerisku yang kugarukkan air, di luar menggerebek masuk, di dalam menggerebek ke luar kalau Bone dan Belanda mendustai kami.


Berkata juru bahasa Empi ; Engkau telah pada kebaikan dan tidak pada keburukan atas ikrarmu Maraqdia.


Berdirilah raja Sendana, raja Mamuju, raja Tapalang, raja Pamboang, raja Majene, raja Benuang mencabut kerisnya dan berkata ; Kami semua raja meminta pada Bone agar tidak merubah adat kebiasaan leluhur moyang kami di Pitu baqbana Binanga.


Begitulah isi perjanjian di kota (Ujung Pandang/pen). Berkata raja Bone ; Kuatlah kerajaan/raja Balanipa, karena telah disaksikan Bone, kompeni. Selanjutnya raja Bone berkata ; Jangan bertikai kalian bersaudara di Pitu baqbana Binanga. Tamat.


****


Daftar Kepustakaan


Abdul Muttalib ; Kamus Bahasa Mandar – Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud RI, Jakarta 1977.


Ibrahim, MS ; Himpunan Catatan Sejarah Pitu Ulunna Salu – Hasil Seminar Sejarah Mandar X, Tinambung Polmas 1977.


H. Saharuddin ; Mengenal Pitu Baqbana Binanga Mandar Dalam Lintas Sejarah Pemerintahan Daerah di Sulawesi Selatan – CV Mallomo Karya Ujung Pandang 1985.


Ahmad Sahur ; Nilai-Nilai Budaya dalam Sastra Mandar – Fakultas Sastra Unhas Ujung Pandang 1975.


Drs. Suradi Yasil dkk ; Kalindaqdaq dan Beberapa temanya – Balai Penelitian Bahasa, Ujung Pandang 1982


Drs. Suradi Yasil dkk ; Inventarisasi Transliterasi Penerjemahan Lontar Mandar – Proyek IDKD Sulsel 1985.


A.M.Mandra ; Caeyana Mandar – Yayasan Saq-Adawang Sendana 1987


A.M.Mandra ; Buraq Sendana (kumpulan Puisi Mandar) – Yayasan Saq-Adawang Sendana 1985.


A.M.Mandra ; Beberapa Kajian Tentang Budaya Mandar Plus jilid I,II dan III – Yayasan Saq-Adawang, 2000.


Abd.Razak, DP ; Sejarah Bone – Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan, Ujung Pandang 1989.


Sumber Data

Sumber tertulis ;

Lontar Balanipa Mandar

Lontar Sendana Mandar

Lontar Pattappingang Mandar

Lembar Perjanjian kuno

Naskah-naskah Seminar Budaya Mandar


Sumber Wawancara

H. Abdul Malik Pattana Iyendeng – Sesepuh, Sejarawan dan Budayawan Mandar

Abd. Azis Puaqna Itima – Sejarawan, Budayawan Mandar

Puaq Tanniagi – Sejarawan Budayawan Mandar

Paloloang Puanna Isinung – Budayawan Mandar

Puaq Rama Kanne Cabang – Budayawan Mandar

Daeng Matona – Hadat Pamoseang

Jabirung – Soqbeqna Indona Ralleanaq


Editor

Adi Ahsan, S.S.M.Si.

Opy. MR.

Isi Perjanjian Malundaq Suku Mandar

Isi Perjanjian Malundaq Suku Mandar

(Pura Loa di Malundaq)


Perjanjian Malunda merupakan perjanjian pertama yang diadakan secara resmi antara Pitu Ulunna Salu dengan Pitu Baqbana Binanga. Perjanjian ini terjadi pada abad XVII masehi di Malundaq dengan pihak-pihak yang terlibat yaitu tujuh kerajaan yang ada dalam wilayah persekutuan Pitu Ulunna salu dan tujuh kerajaan yang ada dalam wilayah persekutuan Pitu baqbana Binanga. Perjanjian ini sampai sekarang dikenal dengan ; Pura Loa di Malundaq.


Ada tiga versi pendapat tentang tujuan diadakannya perjanjian Malundaq, yaitu :


Pertama ; Versi dari pihak Pitu Ulunna Salu yang mengatakan bahwa Perjanjian Malundaq diadakan sebagai upaya menyelesaikan sengketa Balanipa dengan Rante Bulahang sebagai daerah/wilayah yang bergelar Indo Lembang dan Tomaqdua Taking Tomattallu Sulengka di Taq-ang.


Kedua ; Versi dari pihak Pitu Baqbana Binanga yang mengatakan bahwa Perjanjian Malundaq diadakan dalam upaya menyelesaikan perbedaan pendapat antara Pitu Ulunna Salu dengan Pitu Baqbana Binanga mengenai Lalikang Tallu di Malundaq serta Lante samballa di Taq-ang.


Ketiga ; Versi dari beberapa sumber yang mengatakan bahwa Perjanjian Malundaq diadakan untuk membicarakan tentang daerah paliliq Massedang yang statusnya tidak menentu antara di Pitu Ulunna Salu atau di Pitu Baqbana Binanga atau lebih tepatnya berada pada posisi netral.


Untuk membuktikan versi atau pendapat mana yang benar dari ketiga pendapat tersebut, sampai sekarang belum ada data akurat yang bisa dijadikan pegangan untuk menentukannya. Namun tidak tertutup kemungkinan, ketiga pendapat tersebut semuanya benar dalam artian ketiga masalah tersebut memang menjadi agenda utama yang dibicarakan dalam pertemuan/perjanjian Malundaq atau Pura Loa di malundaq.


Dari data tertulis (lontar) dan input dari beberapa informan, baik di Pitu Ulunna salu maupun di Pitu baqbana Binanga untuk sementara dapat disimpulkan bahwa kesepakatan yang dihasilkan dalam Perjanjian Malundaq adalah kesepakatan tentang persatuan dan kesatuan serta kerjasama antara dua wilayah persekutuan terutama dalam bidang keamanan dan ekonomi serta kehidupan sosial masyarakatnya dengan catatan tidak saling mencampuri dalam hal pemerintahan dan adat istiadat masing-masing.


Seperti yang diungkapkan oleh Puaq Tanniagi, sejarawan dan budayawan Sendana sebagai berikut :


Moaq siruppaq-i uwai lembang annaq uwai leqboq, lembang tammasing leqboq tamma tawar. Padza niposoei soetaq, nipaq jappa jappataq, padza nipeadaq adaqtaq, niperapang rapattaq, padza moneteiq di petawung tarraqbataq, padza mandandang bassiq nipagittirtaq, di Pitu Ulunna Salu di Pitu Baqbana Binanga.


Terjemahan :


Bila air sungai dan air laut bertemu, air sungai tidak menjadi asin dan air laut tidak menjadi tawar. Masing-masing bebas menjalankan aturan, hukum serta adat istiadat di wilayah masing-masing tanpa ada campur tangan dari pihak lain.


Pertemuan air sungai dan air laut dalam kesepakatan ini adalah gambaran bertemunya (bersatunya) Pitu Baqbana Binanga dengan Pitu Ulunna salu dalam arti bahwa mereka tidak akan saling mencampuri sistim pemerintahan, hukum serta adat kebiasaan masing-masing.


Pitu Baqbana Binanga memata di Mangiwang, Pitu Ulunna Salu memata di Sawa.


Terjemahan :


Pitu Baqbana Binanga mengintai dan mengawasi ikan Hiu, Pitu Ulunna Salu mengintai dan mengawasi ular)


Isi perjanjian ini menggambarkan kesepakatan pada bidang keamanan dimana kerajaan-kerajaan yang ada diwilayah persekutuan Pitu Baqbana Binanga bertugas menjaga serta membendung ancaman musuh yang datang dari arah lautan/pesisir (digambarkan dengan ikan hiu) dan kerajaan-kerajaan yang ada diwilayah persekutuan Pitu Ulunna salu menjaga serta membendung ancaman musuh yang datang dari arah hutan/gunung (digambarkan dengan ular).


Iya-iyannamo mamboeq pura loa, laraqba beang larumbang kola-kola. Moaq diandi nasesa dewata, tammatawar di lembang tammasing di leqboq, tanni paqbati pennannaranna.


Terjemahan :


Barangsiapa yang mengingkari perjanjian/kesepakatan, hidup dan keturunannya akan punah. Kalaupun ada yang tersisa, tidak tawar di sungai tidak asin di laut, keturunannya akan hidup sia-sia.


Isi kesepakatan ini menggambarkan sumpah dari kedua belah pihak yang akan setia memegang dan mematuhi kesepakatan yang telah dibuat dengan menjadikan keturunan (keluarga secara turun temurun) sebagai tumbal bila mengingkarinya.


****


Daftar Kepustakaan


Abdul Muttalib ; Kamus Bahasa Mandar – Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud RI, Jakarta 1977.


Ibrahim, MS ; Himpunan Catatan Sejarah Pitu Ulunna Salu – Hasil Seminar Sejarah Mandar X, Tinambung Polmas 1977.


H. Saharuddin ; Mengenal Pitu Baqbana Binanga Mandar Dalam Lintas Sejarah Pemerintahan Daerah di Sulawesi Selatan – CV Mallomo Karya Ujung Pandang 1985.


Ahmad Sahur ; Nilai-Nilai Budaya dalam Sastra Mandar – Fakultas Sastra Unhas Ujung Pandang 1975.


Drs. Suradi Yasil dkk ; Kalindaqdaq dan Beberapa temanya – Balai Penelitian Bahasa, Ujung Pandang 1982


Drs. Suradi Yasil dkk ; Inventarisasi Transliterasi Penerjemahan Lontar Mandar – Proyek IDKD Sulsel 1985.


A.M.Mandra ; Caeyana Mandar – Yayasan Saq-Adawang Sendana 1987


A.M.Mandra ; Buraq Sendana (kumpulan Puisi Mandar) – Yayasan Saq-Adawang Sendana 1985.


A.M.Mandra ; Beberapa Kajian Tentang Budaya Mandar Plus jilid I,II dan III – Yayasan Saq-Adawang, 2000.


Abd.Razak, DP ; Sejarah Bone – Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan, Ujung Pandang 1989.


Sumber Data

Sumber tertulis ;

Lontar Balanipa Mandar

Lontar Sendana Mandar

Lontar Pattappingang Mandar

Lembar Perjanjian kuno

Naskah-naskah Seminar Budaya Mandar


Sumber Wawancara

H. Abdul Malik Pattana Iyendeng – Sesepuh, Sejarawan dan Budayawan Mandar

Abd. Azis Puaqna Itima – Sejarawan, Budayawan Mandar

Puaq Tanniagi – Sejarawan Budayawan Mandar

Paloloang Puanna Isinung – Budayawan Mandar

Puaq Rama Kanne Cabang – Budayawan Mandar

Daeng Matona – Hadat Pamoseang

Jabirung – Soqbeqna Indona Ralleanaq


Editor

Adi Ahsan, S.S.M.Si.

Opy. MR.

Isi Perjanjian Mandar dengan Lima Ajatappareng Suku Mandar

Isi Perjanjian Mandar dengan Lima Ajatappareng Suku Mandar

 Sebenarnya, perjanjian ini lebih tepat kalau dikatakan perjanjian Pitu Baqbana Binanga dengan Lima Ajatappareng karena pada saat perjanjian dilaksanakan, tujuh kerajaan lain di Mandar yaitu kerajaan-kerajaan yang ada di persekutuan Pitu Ulunna salu tidak terlibat dan tidak terwakili oleh tujuh kerajaan di Pitu baqbana Binanga yang ikut perjanjian.


Perjanjian Mandar dengan Lima Ajatappareng


Dalam Lontar Balanipa Mandar tertulis :


Fashlun. Iyanae pada adaengngi assi jancianna Menreq-e Pitu Baqbana Binanga, Lima Ajatappareng. Menreq riaseq Sawitto riawa, Menreq riawa Sawitto riaseq. Tau tassi laengeng tana tassi laengeng. Tassi engkalingai adaq risaliweng, tassi sarangengngi tosala, tassi tatolariwi. Malilu sikaingaq, maqba sipatokkong, maliq siparappe.


Narekko engka macacaq tenruqna maraja panasana ri Menreq, tenna ulleni Menreq teppaq-i tenruqna, uppaseq-i panasana. Makko topa ri Sawitto, rekko engka maccacaq tenruqna maraja panasana, tenna ulleni sawitto teppaq-i tenruqna, pasaq-i panasana, mappe dapiqni resiajinna re Menreq, sibawani teppaq-i tenruqna, pasaq-i panasana.


Iya topa rekko riwerengiq ri dewatae aliluammua ripogauq, sireqba tangngaq-e tessi reqba pasoreng, tessi akkala-akkalareng, tessi jollereng roppo-roppo, iya mua siwerengngiq ada malempuq temma jekko-jekko, tessi tatolari tessi watarrappei. Iya mua sipoteterang,tessi polo tanjengiq. Makkedai sawitto, narekko menreq monro ri Sawitto, to Sawittoni. Narekko to Sawitto monro ri Menreq, to Menreqni. Kuaniro assijancianna Limae Ajatappareng, Pitue Baqbana Binanga. Lima Ajatappareng diwakili Lamakkaruka Petta Lolo. Tamat.


Terjemahan :


Fasal. Inilah yang menjelaskan perjanjianMandar, Pitu Baqbana Binanga dengan Lima Ajatappareng. Mandar di atas Sawitto di bawah, Sawitto di atas Mandar di Bawah. Rakyat tak boleh berselisih, tanah/wilayah tak berbeda. Saling tidak mendengar hasutan dari luar, saling tidak berteman dengan yang salah. Khilaf saling mengingatkan, jatuh saling mengangkat, hanyut saling menepikan.


Bila ada yang runcing tanduknya besar nangkanya (pembangkang) di Mandar dan Mandar tidak mampu mengatasinya, maka Mandar mengundang Sawitto.Begitu juga bagi Sawitto, kalau ada yang runcing tanduknya, besar nangkanya dan Sawitto tidak mampu memotong tanduknya, mematok (Pasaq ; Satu cara untuk mempercepat masaknya buah nangka) nangkanya, maka sawitto mengundang Mandar dan bersama-samalah memotong tanduknya mematok nangkanya.


Jika dewata takdirkan kita melakukan kehilapan, kita harus saling bertukar pertimbangan, tidak saling beradu tombak, tidak saling akal mengakali, tidak saling membawa pada kesusahan, kita harus menyelesaikan dengan musyawarah, tidak saling ganti mengganti, tidak saling rampas merampas (kekuasaan). Kita harus saling bombing membimbing dan tidak saling keras mengerasi. Berkata Sawitto, Mandar percaya. Berkata Mandar, Sawitto percaya. Bila orang Mandar tinggal di sawitto berarti dia sudah jadi orang sawitto. Kalau orang Sawitto tinggal di Mandar, berarti dia sudah jadi orang Mandar. Begitulah perjanjian antara Lima Ajatappareng dengan Mandar Pitu Baqbana Binanga. Lima Ajatappareng diwakili oleh Lamakkaraka Petta Lolo. Tamat.


Ada beberapa pendapat tentang latar belakang terjadinya perjanjian ini yang kesemuanya masih merupakan predikisi masing-masing penggali sejarah sesuai dengan data yang mereka dapatkan. Namun perbedaan pendapat tersebut bukanlah hal yang penting untuk diperdebatkan, tapi sangat bermanfaat untuk dijadikan referensi dalam upaya menemukan kebenaran sejarah. Beberapa pendapat tersebut antara lain :

Perjanjian ini berlatar belakang dari penyerangan Lima Ajatappareng ke wilayah Pitu Baqbana Binanga melalui daerah Pitu Ulunna salu. Pitu Baqbana Binanga mengadakan perlawanan dan berhasil memukul mundur Lima Ajatappareng hingga terdesak sampai ke Paku Pajalele (sekarang wilayah kabupaten Pinrang). Sebagai upaya menghentikan perang, keduanya akhirnya sepakat melakukan pertemuan dan membuat satu perjanjian di Paku Pajalele.

Perjanjian ini berlatar belakang ketika seorang putra raja Balanipa kawin dengan salah seorang putri raja Batu Lappa di Sawitto. Pertalian kekeluargaan inilah yang akhirnya memunculkan ide untuk lebih mempererat hubungan, bukan saja antara keluarga kedua raja tapi kedua kerajaan secara umum.

Perjanjian ini berlatar belakang dari aksi protes pihak kerajaan Gowa karena Mandar (Pitu Baqbana Binanga) mau bersaksi bahwa Lima Ajatappareng lebih dahulu besar/jaya di kawasan Sulawesi bagian selatan khusus di kawasan Bugis-Makassar dari pada kerajaan Gowa.

Perjanjian ini terjadi pada abad XVII masehi di daerah Sawitto (wilayah Ajatappareng) dengan pihak-pihak yang mengadakan perjanjian yaitu Mandar (Pitu Baqbana Binanga) dan Lima Ajatappareng Sawitto diwakili oleh Lamakkaraka Petta Lolo.


Isi perjanjian tidak lebih dari penyatuan pemahaman, persamaan hak, jalinan kerjasama dan persaudaraan, keamanan dan ekonomi serta kesepakatan untuk tidak saling menyerang atau memusuhi satu sama lain.


****


Daftar Kepustakaan


Abdul Muttalib ; Kamus Bahasa Mandar – Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud RI, Jakarta 1977.


Ibrahim, MS ; Himpunan Catatan Sejarah Pitu Ulunna Salu – Hasil Seminar Sejarah Mandar X, Tinambung Polmas 1977.


H. Saharuddin ; Mengenal Pitu Baqbana Binanga Mandar Dalam Lintas Sejarah Pemerintahan Daerah di Sulawesi Selatan – CV Mallomo Karya Ujung Pandang 1985.


Ahmad Sahur ; Nilai-Nilai Budaya dalam Sastra Mandar – Fakultas Sastra Unhas Ujung Pandang 1975.


Drs. Suradi Yasil dkk ; Kalindaqdaq dan Beberapa temanya – Balai Penelitian Bahasa, Ujung Pandang 1982


Drs. Suradi Yasil dkk ; Inventarisasi Transliterasi Penerjemahan Lontar Mandar – Proyek IDKD Sulsel 1985.


A.M.Mandra ; Caeyana Mandar – Yayasan Saq-Adawang Sendana 1987


A.M.Mandra ; Buraq Sendana (kumpulan Puisi Mandar) – Yayasan Saq-Adawang Sendana 1985.


A.M.Mandra ; Beberapa Kajian Tentang Budaya Mandar Plus jilid I,II dan III – Yayasan Saq-Adawang, 2000.


Abd.Razak, DP ; Sejarah Bone – Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan, Ujung Pandang 1989.


Sumber Data

Sumber tertulis ;

Lontar Balanipa Mandar

Lontar Sendana Mandar

Lontar Pattappingang Mandar

Lembar Perjanjian kuno

Naskah-naskah Seminar Budaya Mandar


Sumber Wawancara

H. Abdul Malik Pattana Iyendeng – Sesepuh, Sejarawan dan Budayawan Mandar

Abd. Azis Puaqna Itima – Sejarawan, Budayawan Mandar

Puaq Tanniagi – Sejarawan Budayawan Mandar

Paloloang Puanna Isinung – Budayawan Mandar

Puaq Rama Kanne Cabang – Budayawan Mandar

Daeng Matona – Hadat Pamoseang

Jabirung – Soqbeqna Indona Ralleanaq


Editor

Adi Ahsan, S.S.M.Si.

Opy. MR.

Isi Perjanjian Pitu Ulunna Salu Suku Mandar

Isi Perjanjian Pitu Ulunna Salu Suku Mandar

Perjanjian Pitu Ulunna salu sebenarnya memiliki dua agenda pokok yaitu ; Pembentukan Persekutuan tujuh kerajaan di hulu sungai yang kemudian dikenal dengan Pitu Ulunna salu dan mengubah Adaq Mate menjadi Adaq Tuho.


Namun dalam pertemuan atau musyawarah, kesepakatan yang dihasilkan berkembang pada penetapan beberapa Lembang (daerah/wilayah) dengan status penguasaannya di Pitu Ulunna salu yang terdiri dari ;

Rante Bulahang sebagai Indo Lembang

Aralle sebagai Indo Kadaneneq

Tabulahang sebagai Talao Rapanna Kadaneneq, Indo Litaq. Petaha Manaq Pabisaq Parandangang.

Mambi sebagai Lantang Kadaneneq.

Matangnga sebagai Andiriq Tangtempoqna Kadaneneq

Tabang sebagai Bubunganna kadaneneq

Bambang sebagai Suqbuanna Kadaneneq


Adaq mate artinya hukum mati. Dimana bila seseorang melakukan pembunuhan maka hukumannya adalah hukuman mati. Sedangkan Adaq Tuho yang pengertian harfiahnya hukum hidup, merupakan sebuah aturan dimana bila seseorang melakukan pembunuhan, hukumannya bisa dengan denda berupa kerbau atau binatang lain yang disepakati melalui musyawarah adat.


Kerajaan-kerajaan yang ikut dalam perjanjian Pitu Ulunna Salu adalah semua kerajaan yang ada di daerah hulu sungai yang terdiri dari :

Kerajaan Rante Bulahang

Kerajaan Aralle

Kerajaan Tabulahang

Kerajaan Mambi

Kerajaan Matangnga

Kerajaan Tabang

Kerajaan Bambang


Musyawarah dipimpin oleh Londong Dehata atau Tomampuq dan Indona Puang Banua atau Baitang Aralle.


Ada dua pendapat tentang waktu diadakannya perjanjian ini. Perbedaan tersebut berkisar pada sesudah dan sebelum terbentuknya Pitu Baqbana Binanga..


Pendapat pertama yaitu sesudah pembentukan Pitu Baqbana Binanga berdasar pada ; Bahwa pembentukan Pitu Ulunna salu dilaksanakan sesudah terjadinya perang Tinata, dimana perang Tinata itu sendiri terjadi sesudah terbentuknya Pitu Baqbana Binanga. Ini berarti bahwa perjanjian Pitu Ulunna salu terjadi pada sekitar abad XV – XVI masehi.


Pendapat kedua yaitu, sebelum terbentuknya Pitu Baqbana Binanga berdasar dengan melihat penggagas Pitu Ulunna Salu adalah Londong Dehata atau Tomampuq jauh lebih tua dari pada Tomepayung dan Puatta di Kuqbur yang menggagas pembentukan Pitu Baqbana binanga dalam perjanjian Tamajarra kedua. Pendapat ini memprediksi bahwa perjanjian Pitu Ulunna Salu terjadi pada abad XIV masehi karena pada sekitar abad tersebutlah masa pemerintahan Londong Dehata.


Secara umum, kesepakatan yang dihasilkan dalam Perjanjian Pitu Ulunna Salu adalah :

Menetapkan terbentuknya persekutuan Pitu Ulunna salu

Menetapkan Adaq mate menjadi Adaq Tuho

Menetapkan fungsi dan tugas para Lembang di Pitu Ulunna salu

Menetapkan Rante Bulahang sipobaine di adzaq (ketua dan wakil) dengan Aralle.

Menetapkan berlakunya Adaq Tuho.



Perjanjian Pitu Ulunna Salu Suku Mandar


Perjanjian Pitu Ulunna Salu lebih jauh dijelaskan dijelaskan sebagai berikut ;


Nibatta bittiq tau, tappa di bittiq tedong


Nibatta bittiq tedong, tappa di bittiq bahi


Nibatta bittiq bahi, tappa di bittiq manuq


Nibatta bittiq manuq, tappa dipaqbarang-barangang


Terjemahan :


Kaki manusia diparang, tiba dikaki kerbau


Kaki kerbau diparang, tiba dikaki babi


Kaki babi diparang, tiba dikaki ayam


Kaki ayam diparang,tiba pada harta benda.


****


Daftar Kepustakaan


Abdul Muttalib ; Kamus Bahasa Mandar – Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud RI, Jakarta 1977.


Ibrahim, MS ; Himpunan Catatan Sejarah Pitu Ulunna Salu – Hasil Seminar Sejarah Mandar X, Tinambung Polmas 1977.


H. Saharuddin ; Mengenal Pitu Baqbana Binanga Mandar Dalam Lintas Sejarah Pemerintahan Daerah di Sulawesi Selatan – CV Mallomo Karya Ujung Pandang 1985.


Ahmad Sahur ; Nilai-Nilai Budaya dalam Sastra Mandar – Fakultas Sastra Unhas Ujung Pandang 1975.


Drs. Suradi Yasil dkk ; Kalindaqdaq dan Beberapa temanya – Balai Penelitian Bahasa, Ujung Pandang 1982


Drs. Suradi Yasil dkk ; Inventarisasi Transliterasi Penerjemahan Lontar Mandar – Proyek IDKD Sulsel 1985.


A.M.Mandra ; Caeyana Mandar – Yayasan Saq-Adawang Sendana 1987


A.M.Mandra ; Buraq Sendana (kumpulan Puisi Mandar) – Yayasan Saq-Adawang Sendana 1985.


A.M.Mandra ; Beberapa Kajian Tentang Budaya Mandar Plus jilid I,II dan III – Yayasan Saq-Adawang, 2000.


Abd.Razak, DP ; Sejarah Bone – Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan, Ujung Pandang 1989.


Sumber Data

Sumber tertulis ;

Lontar Balanipa Mandar

Lontar Sendana Mandar

Lontar Pattappingang Mandar

Lembar Perjanjian kuno

Naskah-naskah Seminar Budaya Mandar


Sumber Wawancara

H. Abdul Malik Pattana Iyendeng – Sesepuh, Sejarawan dan Budayawan Mandar

Abd. Azis Puaqna Itima – Sejarawan, Budayawan Mandar

Puaq Tanniagi – Sejarawan Budayawan Mandar

Paloloang Puanna Isinung – Budayawan Mandar

Puaq Rama Kanne Cabang – Budayawan Mandar

Daeng Matona – Hadat Pamoseang

Jabirung – Soqbeqna Indona Ralleanaq


Editor

Adi Ahsan, S.S.M.Si.

Opy. MR.

Isi Perjanjian Bocco Tallu Pertama Suku Mandar

Isi Perjanjian Bocco Tallu Pertama Suku Mandar

 Sejarah Perjanjian Bocco Tallu Pertama Suku Mandar


Pada mulanya, semua kerajaan yang ada di Mandar belum terjalin dalam satu persekutuan atau kerjasama antar kerajaan. Masing-masing kerajaan berdiri sendiri dan memerintah serta berdaulat penuh di wilayah kerajaannya sendiri tanpa ada hubungan kerjasama dengan kerajaan lain, baik yang ada di kawasan Mandar, terlebih kerajaan yang ada di luar wilayah Mandar. 


Masing-masing kerajaan berusaha memperluas wilayah kekuasaannya, sehingga sering terjadi perselisihan yang berlanjut pada perang antar kerajaan. Upaya menghancurkan kerajaan lain dengan tujuan menjadi yang terkuat dan terbesar adalah kejadian rutin di Mandar pada saat itu.


Puncak kekacauan terjadi ketika munculnya kerajaan Passokkorang yang membuat keonaran hamper di setiap kerajaan yang ada di Mandar. Perampokan dan upaya adu domba antara kerajaan satu dengan kerajaan lainnya dilakukan oleh orang-orag Passokkorang yang hampir saja berhasil menghancurkan seluruh Mandar.


Keadaan yang sangat meresahkan ini membuat Puatta di Saragiang, Arayang Alu pada saat itu menjadi sangat khawatir mengingat dua orang putranya masing-masing Puatta di Galu-galung dan Puatta di Lepong sudah menjadi raja.Puatta di galu-galung menjadi raja Alu dan Puatta di Lepong menjadi raja Taramanuq. Dari kekhawatiran kedua putranya akan menjadi korban situasi yang bisa saja mengakibatkan terjadinya perang saudara inilah sehinga Puatta di saragiang bertekad membentuk semacam persekutuan atau persatuan dari kedua kerajaan yang dipimpin oleh anak-anaknya.


Pada saat bersamaan, adik kandung Daeng Palulung Arayang Sendana yang bernama Daeng Sirua menikah dengan putri Puatta di Saragiang. Moment pertalian kekeluargaan ini semakin membuka jalan bagi Puatta di Saragiang untuk mewujudkan impiannya.


Ide itu kemudian dibicarakan bersama dengan Daeng Palulung yang disambut dengan sangat gembira oleh Arayang Sendana tersebut. Keduanya lalu membicarakan dengan Hadat masing-masing yang membuahkan kesepakatan untuk mengadakan pertemuan puncak di Sibunoang, salah satu wilayah kerajaan Alu pada saat itu.


Pertemuan atau perjanjian ini kemudian dikenal dengan nama Perjanjian Bocco Tallu yang merupakan perjanjian dan persekutuan pertama kali di Mandar yang terjadi pada sekitar abad IX / X masehi. Istilah Bocco Tallu sendiri yang terdiri dari kata Bocco dan Tallu memiliki pengertian harfiah yaitu ; Bocco sama dengan kumpulan atau perkumpulan dan Tallu sama dengan tiga. Jadi Bocco Tallu adalah Persekutuan atau persatuan dari tiga kerajaan.


Selain pembentukan secara resmi persekutuan yang kemudian diberi nama Bocco Tallu tersebut, dalam pertemuan itu juga dibuat beberapa butir perjanjian dan kesepakatan lalu ditutup dengan pengucapan sumpah atau ikrar kesetiaan yang akan memegang amanah, mematuhi segala ksepakatan yang didapatkan dalam pertemuan.


Prosesi pengucapan ikrar tersebut dilakukan dengan menggenggam kalupping (daun sirih yang dilipat bersama telur dan emas) yang kemudian dibuang kedalam sungai secara bersama-sama. 


Yang menggenggam dan membuang Kalupping tersebut secara bersama-sama adalah Puatta di Galu-galung raja Alu, Puatta di Lepong raja Taramanuq dan Daeng Sirua raja Sendana, tapi yang mengucapkan sumpah dan ikrar kesetiaan adalah Puatta di saragiang bersama Daeng Palulung disaksikan oleh segenap Hadat dari ketiga kerajaan.


Sumpah atau ikrar perjanjian Bocco tallu pertama tertulis dalam Lontar Sendana mandar sebagai berikut :


“Madzondong duambongi anna dziang mappa sisala Pattallumboccoang, ongani balimbunganna baoangi arrianna. Iya-iyannamo tau mamboeq pura loa meppondoq diallewuang di pattallumboccoang mendaung raqbas mettaq-e sapeq, membatang puar meq-uwakeq rattas, taq-e napengngaanni taq-e sapeq, pappang naola pappang raqba, buttu naola buttu latta, puppus sorokawu mangande api dipennannaranna tomamboeq pura loa”. 


Terjemahan :


Besok lusa bila ada yang memecah belah persekutuan Bocco tallu, balikkan bubungan rumahnya ke bawah dan tiangnya ke atas. Barang siapa diantara kita mengingkari perjanjian membelakangi kesepakatan dalam persekutuan Bocco tallu, berdaun gugur bertangkai jatuh, berbatang tumbang berakar putus, dahan dipegang dahan jatuh, lembah dilalui lembah runtuh, gunung dilewati gunung terpotong. Hidupnya terkutuk bagai api membakar turun temurun yang ingkar pada perjanjian.


Butir-butir perjanjian yang disepakati dalam pertemuan ini merpakan hasil pemikiran Puatta di Saragiang dan Daeng Palulung yang tertulis dalam lontar Sendana Mandar sebagai berikut :


Nauamo Idaeng palulung ;”Tallumi tau anna mesa, mesami anna tallu, Sendana, Alu, Taramanuq. Litaq silambang tassi poalla, tassi tundang matadzang tassi royong masandeq, tauttaq sisolong tassi sawaq, mesa balami tanni atoning, Sendana, Alu, Taramanuq di Puang di Kondo Budata, mate simateang tuo sattuoang”.


Terjemahan :


Berkatalah Daeng Palulung ;”Kita tiga sudah menjadi satu, satu tapi tiga, Sendana, Alu, Taramanuq. Pemimpin saling menyeberang tak keberatan, tak saling mengingatkan dengan keras apalagi kasar, rakyat saling mengunjungi dengan aman. Kita sudah satu pagar tak berbatas, Sendana, Alu, Taramanuq bagi pemimpin dan bagi rakyat. Mati satu mati semua, hidup satu hidup semua”.


Nauamo Puatta Isaragiang ;”Mammesa puammi tau mammesa tau, maqjuluq sara maqjuluq rio, mammesa pattuyu di latte samballa siola paqdisang. Daqdua memata disawa, mesa memata dimangiwang. Monasisaraq tuwu annaq nyawa tassisaraq-i Alu, Taramanuq, Sendana. Tassi paoro diadzaq, sipalete dirapang, padza nipe adaq adaqtaq, padza niperapang rapattaq, tassi bore-boreang gauq tassipolong tanjeng tassi raqba tanattanang, sitaiang apiangang tassi taiang adzaeang”.


Terjemahan :


Berkatalah Puatta di Saragiang ;”Bangsawan kita sudah menyatu rakyat juga jadi satu menghadapi kesusahan dan kebahagiaan, menyatukan keinginan di atas tikar selembar sebantal bersama. Dua mengawasi ular satu mengawasi ikan hiu. Walau terpisah tubuh dengan nyawa, tapi Alu, Taramanuq dan Sendana tidak akan terpisahkan. Tidak saling mencampuri urusan adat dan aturan masing-masing, menjalankan adat dan kebiasaan serta serta hukum dan peraturan masing-masing, tidak saling keras mengerasi, tidak saling merusak tanaman, saling membawa pada kebaikan, saling menghindarkan dari keburukan”.


Naua womo Idaeng Palulung ;”Mate arawiang Alu Taramanuq, mate dibaya-bayai Sendana. Sara pole sara nisolai, rio pole rio nisolai. Leqboq tanni joriq, uwai tanni latta, buttu tanni polong dilalanna Bocco Tallu”.


Terjemahan :


Berkata lagi Daeng Palulung ;”Bila Alu dan Taramanuq mati di waktu sore, Sendana mati diwaktu pagi. Kesusahan yang datang kesusahan dibagi, kebahagiaan yang datang kebahagiaan yang kita bagi. Laut tidak kita garis, air tidak kita putus, gunung tidak kita potong di dalam wilayah Bocco Tallu”.


Kesimpulan Perjanjian Bocco Tallu Pertama


Melihat latar belakang pembentukan serta butir kesepakatan yang ada di dalamnya, dapat disimpulkan bahwa Perjanjian Bocco Tallu pertama dibentuk untuk membangun satu kekuatan dengan melihat situasi dan kondisi di Mandar pada saat itu. 


Sangat jelas dalam butir kesepakatan bahwa pertahanan dan keamanan merupakan perioritas utama disamping kerjasama pada bidang ekonomi. Ini merupakan salah satu upaya untuk mencegah terjadinya perang saudara antara Sendana, Alu dan Taramanuq yang bisa saja terjadi akibat hasutan dan strategi adu domba yang dijalankan oleh orang-orang Passokkorang pada saat itu.


Kalimat daqdua memata disawa mesa memata dimangiwang (dua mengintai ular satu mengintai ikan hiu) adalah kalimat kiasan yang memiliki makna ; Dua kerajaan, yaitu kerajaan Alu dan kerajaan Taramanuq menjaga dan mengawasi musuh yang datang dari arah gunung atau hutan, dan satu kerajaan, yaitu kerajaan Sendana menjaga dan mengawasi musuh yang datang dari laut atau pesisir. 


Kesepakatan ini lahir dengan melihat letak geografis wilayah masing-masing, dimana Alu dan Taramanuq merupakan kerajaan yang ada di daerah pegunungan dan Sendana adalah kerajaan yang berada di daerah pesisir atau pantai. Ini berarti, keamanan atas ancaman musuh yang datang dari arah hutan menjadi tanggung jawab kerajaan Alu dan kerajaan Taramanuq dan keamanan atas ancaman musuh yang datang dari arah laut atau pesisir menjadi tanggung jawab kerajaan Sendana.


Persekutuan Bocco Tallu bertahan sampai pada abad XV masehi dan baru mulai memudar seiring dengan terbentuknya persekutuan Pitu Baqbana Binanga.


****


Daftar Kepustakaan


Abdul Muttalib ; Kamus Bahasa Mandar – Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud RI, Jakarta 1977.


Ibrahim, MS ; Himpunan Catatan Sejarah Pitu Ulunna Salu – Hasil Seminar Sejarah Mandar X, Tinambung Polmas 1977.


H. Saharuddin ; Mengenal Pitu Baqbana Binanga Mandar Dalam Lintas Sejarah Pemerintahan Daerah di Sulawesi Selatan – CV Mallomo Karya Ujung Pandang 1985.


Ahmad Sahur ; Nilai-Nilai Budaya dalam Sastra Mandar – Fakultas Sastra Unhas Ujung Pandang 1975.


Drs. Suradi Yasil dkk ; Kalindaqdaq dan Beberapa temanya – Balai Penelitian Bahasa, Ujung Pandang 1982


Drs. Suradi Yasil dkk ; Inventarisasi Transliterasi Penerjemahan Lontar Mandar – Proyek IDKD Sulsel 1985.


A.M.Mandra ; Caeyana Mandar – Yayasan Saq-Adawang Sendana 1987


A.M.Mandra ; Buraq Sendana (kumpulan Puisi Mandar) – Yayasan Saq-Adawang Sendana 1985.


A.M.Mandra ; Beberapa Kajian Tentang Budaya Mandar Plus jilid I,II dan III – Yayasan Saq-Adawang, 2000.


Abd.Razak, DP ; Sejarah Bone – Yayasan Kebudayaan Sulawesi Selatan, Ujung Pandang 1989.


Sumber Data

Sumber tertulis ;

Lontar Balanipa Mandar

Lontar Sendana Mandar

Lontar Pattappingang Mandar

Lembar Perjanjian kuno

Naskah-naskah Seminar Budaya Mandar


Sumber Wawancara

H. Abdul Malik Pattana Iyendeng – Sesepuh, Sejarawan dan Budayawan Mandar

Abd. Azis Puaqna Itima – Sejarawan, Budayawan Mandar

Puaq Tanniagi – Sejarawan Budayawan Mandar

Paloloang Puanna Isinung – Budayawan Mandar

Puaq Rama Kanne Cabang – Budayawan Mandar

Daeng Matona – Hadat Pamoseang

Jabirung – Soqbeqna Indona Ralleanaq


Editor

Adi Ahsan, S.S.M.Si.

Opy. MR.

Keindahan Pantai Tapandullu di Mamuju Sulawesi Barat

Keindahan Pantai Tapandullu di Mamuju Sulawesi Barat

Pantai Tapandullu Mamuju terkenal dengan pesona alamnya yang mengesankan. Pantai ini sangat cocok untuk prime time bersama keluarga atau untuk jalan-jalan di pantai.


Kabupaten Mamuju di Sulawesi Barat terkenal dengan pesona pantainya. Karena garis pantainya sekitar 228 km. Salah satunya adalah Pantai Tapandullu. Destinasi ini dikenal sebagai salah satu destinasi yang paling sayang untuk dilewatkan.




Pantai Tapandullu Sangat cocok untuk dikunjungi setiap saat. Pagi, siang, sore atau malam. Pantai ini buka 24 jam sehari bagi mereka yang ingin bersantai. Wisata air ini juga sangat cocok untuk anak-anak. Tidak seperti pantai lain yang ombaknya cenderung ganas, pantai ini sangat tenang dan tenang. Selain itu, berbagai fasilitas yang sangat mendukung dan aman untuk anak Anda bermain.



Daya Tarik yang Dimiliki Pantai Tapandullu

Pantai ini terletak di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Pantai ini merupakan salah satu dari beberapa destinasi wisata favorit di daerah ini. Ada banyak alasan mengapa Anda harus mengunjungi tempat ini.



Pantai yang indah, aman dan nyaman

Pantai Tapadullu merupakan tujuan liburan yang nyaman. Tidak seperti pantai panas dan gersang lainnya, pantai ini indah dan nyaman. Banyak pohon berjajar di sepanjang pantai. Selain itu, ombak laut yang tidak terlalu ganas membuat destinasi ini aman untuk dimainkan. Bahkan, pengelola juga menyediakan arena bermain untuk anak-anak.



Banyak fasilitas yang recommended untuk keluarga

Wisatawan yang datang ke pantai Tapandullu dapat menggunakan kursi pantai yang telah disediakan untuk bersantai. Anda bahkan bisa berjemur dengan nyaman. Pantai ini juga menawarkan vila dan gazebo untuk menikmati pemandangan. Gazebo sering menjadi tempat bersantai bagi pengunjung. Ada juga pilihan menu seafood.



Murah

Destinasi ini sangat ramah kantong. Pasalnya, Anda bisa menikmati berbagai fasilitas lengkap dengan harga murah. Padahal, berbagai pilihan menu seafood hanya dibanderol dengan harga puluhan ribu saja. Selain itu, harga penginapan juga murah.



Potensi di Pantai Tapandullu

Obyek Wisata Pantai Tapandullu tepatnya di Kecamatan Simboro Kabupaten Mamuju dengan jarak tempuh dari pusat kota ± 5 km menggunakan kendaraan pribadi. Kawasan Wisata Pantai Tapandullu di Kabupaten Mamuju memiliki luas ± 2 ha, kini sudah terdapat rumah-rumah penduduk di sekitar pantai. Namun objek wisata ini dikelola oleh pihak swasta dengan ketentuan dan pengawasan dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Mamuju dengan biaya masuk sebesar Rp5.000,-.


Objek Wisata Pantai Tapandullu memiliki fasilitas antara lain tersedianya perahu untuk wisata pantai, sewa ban untuk berenang, Anda juga bisa memancing atau sekedar bersantai sambil menikmati keindahan pantai dan deburan ombak. Fasilitas tambahan seperti satpam, fasilitas tempat ibadah, tempat kegiatan olahraga seperti bola voli, tempat sampah, tempat parkir yang luas, stand makanan dan toilet. Selain keanekaragaman terumbu karang, pemandangan bawah laut Objek Wisata Pantai Tapandullu juga dimeriahkan dengan keberadaan berbagai jenis ikan laut seperti clownfish dan parrotfish berkepala bulat atau dikenal juga dengan bumphead fish.


Potensi lain yang ada dalam pengembangan Objek Wisata Pantai Tapandullu di Kabupaten Mamuju adalah adanya objek wisata pantai yang potensial untuk dikembangkan, termasuk objek wisata pantai yang banyak diminati oleh masyarakat. di pusat kota dan memiliki nilai komersial yang dapat mendukung nilai investasi, memiliki ruang terbuka dan area pantai yang masih luas.


4 Tradisi Unik Suku Mandar Sulawesi Barat

4 Tradisi Unik Suku Mandar Sulawesi Barat

Mungkin tidak banyak orang yang tahu tentang suku Mander di Sulawesi Barat. Sulawesi Barat sendiri merupakan negara baru. Negara ini didirikan pada tanggal 5 Oktober 2004 berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2004, yang beribukota di Mamuju.


Penduduk Sulawesi Barat sebagian besar adalah Mander (49,15%), Toraja (13,95%), Bugis (10,79%), Jawa (5,38%), Makassar (1,59%) dan lain-lain 19,15%. Suku Mandar memiliki beberapa tradisi yang masih dicintai dan dilestarikan oleh masyarakat.



Kalindaqdaq

Kalindakudak adalah tradisi di mana orang Mandar menceritakan sebuah perumpamaan ketika mereka ingin memberitahu seseorang keinginan mereka. Penyampaian biasanya dilakukan dalam bentuk petunjuk yang dapat mengejutkan orang lain.


Kalindaqdaq juga memiliki nuansa puitis dan godaan terhadap perempuan, termasuk motif pejuang dan bahkan semangat selama perebutan wilayah raja di tanah Mandar.



Sayyang Pattu'du

Tradisi Sayyang Pattu'du atau "Kuda Menari" adalah tradisi Syukuran bagi anak-anak yang telah menyelesaikan 30 Juz Al-Qur'an. Thanksgiving berlangsung dalam prosesi keliling desa, menggunakan kuda-kuda yang menari mengikuti irama pengiring.


Tradisi ini tidak hanya digunakan dalam rangka melengkapi Al-Qur'an, tetapi juga ditemukan pada acara pernikahan (Tokawen). Masyarakat Mandar percaya bahwa penyelesaian Al-Qur'an dan prosesi tradisional Sayyang Pattu'du terkait erat. Bahkan, banyak orang Mandar yang tinggal di luar Sulawesi Barat rela kembali ke kampung halamannya untuk mengikuti tradisi Saiyan Patudu.



Lopi Sandeq

Lopi Sandeq adalah simbol kebesaran laut Mandar. Kemegahan para pelaut terampil Manderland dibuktikan dengan pelayaran dengan perahu cadik. Sandeq sering digunakan untuk mencari nafkah di tengah lautan luas, bahkan di lautan terdalam. Kapal Sandeq secara historis tercatat mampu mengarungi Malaysia, Singapura, Jepang, Australia, Amerika Serikat bahkan Madagaskar di Afrika Selatan.


Perahu tradisional, kebanggaan Manders, adalah warisan leluhur yang membedakan mereka dari kebanyakan perahu cadik lainnya. Tak ayal, perahu Sandeq menarik turis asing dan kerap merayakan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Wisatawan senang mengunjungi Mander hanya untuk melihat pergerakan perahu sederhana yang menggunakan tenaga angin.



Parrawana (rebana)

Diakui bahwa orang Mandar memiliki banyak tradisi unik. Salah satunya adalah preferensi mereka untuk bermain rebana. Kebiasaan ini disebut marravana/parravana atau artinya memainkan rebana.


Kegiatan ini berlangsung pada setiap resepsi pernikahan dan selesainya Al Quran. Paravana erat kaitannya dengan Saiyan Patudu, di mana kuda bisa menari dengan iringan suara rebana yang ditampilkan begitu indah oleh orang Mandar.


Kue Tradisional Khas Mandar Bolu Paranggi dan Cara Membuatnya

Kue Tradisional Khas Mandar Bolu Paranggi dan Cara Membuatnya

Bolu paranggi adalah salah satu kue tradisional Sulawesi Barat. Kue ini juga merupakan salah satu kue favorit yang bisa dijadikan oleh-oleh keluarga saat berkunjung ke sebagian besar Polewali Mandar dan Sulawesi.




Layaknya khas kue tradisional, pengolahan kue ini pun masih cukup mudah, begitu juga dengan resepnya. Tapi yang pasti, kue ini memiliki rasa yang tidak kalah dengan kue tradisional Sulawesi lainnya. Namanya juga sangat populer dan mudah dikenali oleh wisatawan domestik maupun mancanegara, yang sering dijadikan oleh-oleh.


Seperti bolu gula merah, kue parangi terbuat dari tepung terigu, gula merah, air dan pengembang. Cara memasak dengan cetakan khusus dan dibakar dengan batu bara tanpa menggunakan kompor. Setelah penuaan, itu setengah lingkaran, merah kecoklatan dan berlangsung selama seminggu.


Tekstur Bolu paranggi sedikit kaya tetapi lembut. Tergantung pada warna gula merah yang digunakan, warnanya mungkin coklat tua atau coklat muda. Saat dimasak, rasanya lebih enak dan sangat enak dengan sedikit kecoklatan.


Bagi yang ingin mengetahui resep dan cara membuatnya akan kami jelaskan secara ringkas, mudah dipahami dan mudah dipahami. Pertama, siapkan saja pengembang seperti tepung, gula merah, minyak, dan soda kue. Kue ini rasanya manis, jadi perbandingan tepung dengan gula adalah 1:1.


Irisan atau campuran tepung sisir dan gula merah dengan air dan soda kue. Kemudian aduk rata hingga membentuk campuran kental. Adonan tersebut kemudian dicetak dalam cetakan khusus dan dipanggang dalam oven hingga matang. Jika diinginkan, Anda dapat menambahkan biji wijen di atasnya sebelum memasukkan kue ke dalam oven


Saya sudah mengerti cara membuatnya. Kemudian ikuti langkah-langkah membuat resep bolu paranggi. Semoga kamu berhasil. Bagi yang baru belajar memasak, mungkin ada kalimat yang belum dipahami.


Squad Mandar adalah portal online untuk berbagi apa saja yang berhubungan dengan pariwisata, budaya atau human interest di Sulawesi Barat. Kirim esai atau teks Anda seperti ini dengan KLIK DISINI.

Makanan Yang Sering Jadi Oleh-oleh Masyarakat Suka Mandar Sulawesi Barat

Makanan Yang Sering Jadi Oleh-oleh Masyarakat Suka Mandar Sulawesi Barat

Indonesia, dengan kekayaannya yang beragam, memiliki potensi wisata yang besar, dan setiap wilayah nusantara memiliki keunikannya masing-masing. Mulai dari pakaian adat, rumah adat hingga makanan tradisional, tentunya banyak wisatawan lokal maupun mancanegara yang ingin mencicipinya. Setiap makanan tradisional di setiap daerah kaya akan bumbu dan memiliki cita rasa yang khas. Makanan tradisional ini bervariasi dari satu daerah ke daerah lain dan dapat menjadi makanan khas dan oleh-oleh untuk daerah tersebut.


Tentu saja, Sulawesi Barat, seperti sebagian besar wilayah Indonesia, memiliki keragaman budaya. Anda dapat menikmati berbagai hidangan Mandar. Di bawah ini adalah daftar makanan khas ibu kota Sulawesi Barat dan oleh-oleh khas Mandar



Baye atau Golla Kambu

Oleh-oleh khas Mamuju yang pertama adalah teluk. Bay atau Gora Kambu merupakan salah satu kuliner khas Mamuju yang memperkaya wisata kuliner Sulawesi Barat. Makanan ini dikenal oleh suku Mander, Sulawesi Barat, bahkan sebagian besar masyarakat di luar Sulawesi. Bahkan, banyak orang memesan teluk ini. Yang utama adalah Anda wajib membuat oleh-oleh. Rasa dan aroma yang unik memunculkan  bahwa "jika Anda belum makan baye atau golla kambu, Anda belum cukup mengunjungi Tanah Mandar."



Kasippi

Selanjutnya adalah makanan khas Mamuju, Kasippi. Mudah dibawa dan ringan, sehingga sering dijadikan oleh-oleh saat berkunjung ke Mamuju, namun Anda perlu menggunakan paket yang kokoh agar Casippi tidak pecah selama perjalanan. Rasanya tidak buruk, tetapi tidak terlihat menarik. Ada dua jenis casippi: bulat pipih, setengah lipat, setengah bulat, dan 4 kali lipat.



Demikian artikel ini tentang makanan dan oleh-oleh Khas Mandar, jadi silakan berkunjung di Tanah Mandar Jangan Lupa beli Oleh-olehnya, untuk makanan lain makanan khas mandar bukan cuma ini yang dapat anda lihat, tapi makanan khas yang sering orang-orang jadikan oleh-oleh banyak oang itu baye dan kasippi.

Wisata Air Terjun Malute Bersusun Delapan di Mamasa Sulawesi Barat

Wisata Air Terjun Malute Bersusun Delapan di Mamasa Sulawesi Barat

Mamasa, Sulawesi Barat, memiliki Air Terjun Malute yang eksotis dan unik dengan delapan tingkat. Akses menuju air terjun setinggi 100 meter ini memang masih sulit, namun warga sekitar tetap antusias mengunjungi Air Terjun Malute.

Air Terjun Maluto merupakan salah satu destinasi wisata Kabupaten Mamasa di Sulawesi Barat. Terletak di Lombonan, Desa Lambanan, Kabupaten Mamasa, air terjun ini memiliki keindahan yang unik dibandingkan dengan air terjun biasa.


Air terjun ini sangat indah dan unik karena memiliki 8 lapisan yang sangat berbeda dengan air terjun lainnya. Dikelilingi pepohonan hijau alami yang asri, Air Terjun Malute juga unik.


Wisatawan juga akan melihat keindahan sungai. Tidak terlalu besar dan airnya sangat dingin. Suara nyanyian binatang bersayap itu juga terdengar terjalin. Dari kejauhan Anda dapat melihat pohon-pohon tinggi datang. Ada beberapa tanaman hutan yang tumbuh di daerah ini. Termasuk pohon berdiameter 1-2 meter.


Kurang lebih 10 kilometer dari ibu kota Mamasa, wisata air terjun ini dapat dinikmati melalui jalur darat, baik roda empat maupun roda dua, dari kota Mamasa melalui Jalan Poros Mamasa-Toraja selama lebih dari 30 menit.


Sayangnya tidak ada kamar mandi, rest area, villa atau fasilitas pendukung lainnya di lokasi ini, sehingga siapapun yang ingin mengunjungi objek wisata ini harus membawa semua perlengkapan terlebih dahulu, termasuk sembako dan perlengkapan lainnya yang dibutuhkan. Diperlukan saat bepergian.


Ke depan, pemerintah harus lebih memperhatikan potensi wisata yang bisa menjadi pilar Mamasa. Kebersihan juga perlu Anda perhatikan agar orang yang datang ke tempat wisata ini puas dan menikmati keindahan alam Mamasa. Kemudian masyarakat yang berkunjung ke objek Wisata Air Terjun Malute Mamasa akan kembali lagi.

Prosesi Pernikahan Adat Mandar Sulawesi Barat

Prosesi Pernikahan Adat Mandar Sulawesi Barat

Hal terpenting dalam pernikahan Mandar di Sulawesi Barat adalah kerjasama, yang membantu melakukan pekerjaan ringan dan berat, baik materi maupun spiritual. Jadi, dalam hal ini melibatkan gotong royong dalam membesarkan rumah tangga.



  • Naindo nawa-nawa (jatuh cinta)

Pada zaman tradisional, jatuh cinta disini dimaksudkan oleh orang tua. Karena status anak di zaman ini hanya menerima pilihan mutlak orang tua. Pemuda yang dimaksud jarang melihat gadis itu karena gadis itu terjebak pada saat itu, dan hanya orang tuanya yang bebas untuk melihat gadis itu.


Setelah anak mencapai usia remaja, orang tua diam-diam menyelidiki gadis-gadis yang tampaknya cocok untuk mereka dan mendiskusikannya di pertemuan keluarga untuk persetujuan untuk melihat apakah semuanya disetujui.


  • Mambalaqbaq (rencana penetapan calon)

Mambalaqbaq adalah pertemuan keluarga untuk memilih salah satu dari banyak calon yang disetujui oleh musyawarah Naindo Nawa-Nawa. Persetujuan anak diminta (seperti sebelumnya) ketika memutuskan calon, tetapi sebelumnya persetujuan anak tidak diminta.


  • Messisiq (melamar)

Utusan orang tua laki-laki mendatangi orang tua perempuan dan menanyakan apakah ada jalan (kekosongan) untuk melamar anak tersebut. Dalam istilah mander “mettuleqdimawanayatangalalang” (bertanya apakah jalan tidak semrawut atau mengganggu, artinya jika anak perempuan yang bersangkutan belum melamar). Jika jawabannya adalah jalur bersih berduri, aplikasi akan dilanjutkan. Jika jawabannya tidak, aplikasi akan melanjutkan dan mencari yang lain.


  • Mettumae (melamar)

Pada kunjungan dinas dari keluarga laki-laki ke keluarga perempuan, kami melamar sambil meminta semua jumlah kecuali belanja, pacan dering, dan solon (mas kawin). Pembicara di sini biasanya belum final. Ini karena kedua belah pihak perlu membahas pengeluaran dan hal-hal lain lagi di antara keluarga mereka.


Pesta Pria:

Poleang meoro candring

Dileba turunammu

Tandai mie

Kalepu di batammu´


Artinya adalah:

Kami datang duduk menduta

Dikampung halamanmu

Suatu tanda Cinta kami kepadamu.


Jawaban wanita:

Uromai pepolemu

Utayang peendemu

Maupa bappa

Anna mala sambasse´


Artinya adalah:

Kedatanganmu kami jemput

Kutunggu maksud hatimu

Semoga beruntung

Kehendak kita dapat bertemu


  • Mattanda Jari

Mattanda Jari adalah pertemuan dan musyawarah resmi di rumah perempuan, memutuskan akan diadakan atau tidaknya pertunangan, dan sekaligus meresmikan pertunangan jika musyawarah dan mufakat tercapai.



Beberapa hari setelah musyawarah, keluarga laki-laki mengirim beberapa lagi untuk memberi tahu keluarga perempuan tentang dukungan keluarga laki-laki. Kelompok tersebut melaporkan kemungkinan memasukkan sejumlah uang ke dalam Pamenangan (sejenis piring dengan kaki kuningan setinggi sekitar 30 cm) yang diberikan kepada keluarga perempuan. Jumlah uang untuk pola bukanlah jumlah sebenarnya, tetapi jumlah perbandingan. Contoh: Rp 10.000 berarti keluarga seorang pemuda dapat menampung Rp 1.000.000, misalnya. Jika ada tempat pertemuan antara keduanya, itu akan menjadi ikatan antara seorang pria muda dan seorang wanita.


  • Manuq Mappande

Sejak pertunangan resmi, pria itu harus memperhatikan tunangannya. Hal ini dilakukan oleh orang tua laki-laki dengan memberikan sesuatu pada situasi tertentu. Misalnya, Anda ingin memasuki bulan Ramadhan (puasa) di hari raya Idul Fitri.


  • Macandring

Serahkan semua bahan yang digunakan dalam pesta pernikahan kepada wanita itu, termasuk beberapa hal yang telah disepakati bersama. Maccandring seaktif mungkin, diikuti oleh keluarga dan teman, pria dan wanita dari segala usia, pria atau wanita. Default dan metode memiliki aturan tradisional dan aturannya sendiri tergantung pada waktu yang dijalankan, biasanya dari pukul 14.00 hingga 16.00 (tergantung pada tradisi lokal).


Acara Maccandring biasanya mencakup sapi dan banyak lagi. Menurut kebiasaan masing-masing Kerajaan Baranipa, selain semua buah-buahan, semua dapur diperlukan untuk acara Maccandring.


  • Mappaqduppa

Berikan satu set pakaian pria kepada mempelai pria dan keluarganya.


Sejak era pasca kemerdekaan Indonesia, mappaqduppa ini sudah dilakukan pada malam hari atau siang hari menjelang pernikahan.


  • Maqolang

Kunjungan resmi calon mempelai pria dengan seorang teman ke rumah calon mempelai wanita yang ramah keluarga.


Maqolang ini paling sempurna diadakan dari 7 hari sebelum pernikahan hingga hari pernikahan, atau bahkan 3 hari sebelumnya, tetapi hanya sekali, yaitu malam saat pernikahan diadakan keesokan harinya. Ritual ini selalu dilakukan pada malam hari.


  • Metindor

Prosesi pakaian adat yang mengantar mempelai pria ke rumah mempelai wanita untuk dinikahkan.


Dari rumah mempelai pria hingga ke rumah mempelai wanita, acara Metindor dihadiri oleh seluruh keluarga dan sahabat, menyaksikan akad nikah dan mendoakan kedua mempelai.


  • Melattigi

Ritual henna yang diberikan kepada pengantin oleh anggota Hadat (anak pattolala adaq) didasarkan pada tingkat tradisi lokal. Ini selalu dimulai dengan caddy lokal. Ritual ini hanya terjadi ketika seorang bangsawan atau raja Hadat menikah.


Dalam hal taus dan batu yang samar, pada zaman dahulu tidak diperbolehkan, tetapi sekarang pelaksanaannya sangat kabur. Orang yang biasanya sudah menikah jarang berlatih.


  • Likka atau kaweng (perkawinan)

Setelah peristiwa Platigan, akad nikah dilakukan oleh wali yang menyerahkan wali Kaji yang terlebih dahulu menikah dengannya. Pernikahan disaksikan oleh Kaji atau pejabat agama setempat yang ditunjuk oleh pejabat agama setempat yang berwenang.